Aku begitu iri ketika aku melihat sepasang burung gereja yang hinggap di sebuah pohon tepat didepan tempatku bersantai sore itu.

Saat aku memandangi kedua burung itu, mereka terlihat begitu mesra dan saling membutuhkan, tiba-tiba saja pemandangan itu membuatku merasa membutuhkan seseorang untuk berbagi. Hal yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan akan aku butuhkan bahkan mungkin kerap kali aku hindari, tapi sepasang burung gereja itu mengubah pikiranku dengan kemesraan mereka.

Aku memang tidak cukup beruntung kalo bicara soal cinta, bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta, Hal terakhir yang aku pahami tentang cinta hanyalah luka dan rasa kecewa.

Aku sadar tidak seharusnya aku tenggelam dalam luka masa lalu dan bayang-bayang kekecewaan yang jelas-jelas telah lama berlalu, tapi berusaha untuk menutup mata dan berjalan maju juga tidak mudah bagiku, perasaan takut akan dikecewakan lagi selalu saja menjadi bayang-bayang dalam setiap hubungan yang akan aku jalani bahkan aku sering sekali mundur sebelum hal yang aku takutkan itu terjadi. Ironis memang tapi itulah aku, gadis pengecut yang hanya takut untuk terluka yang tidak pernah mau untuk mencoba mengambil resiko untuk menemukan kebahagiaan.

Hal itu mungkin tidak akan pernah terjadi kalau seandainya aku memiliki sesuatu yang pantas untuk di perjuangkan, aku bukan gadis yang terlahir dari sebuah keluarga kaya raya, aku juga tidak memiliki pendidikan yang tinggi, di tambah lagi aku tidak memiliki tubuh sebagus gadis-gadis seumuranku, memang wajahku tidak jelek, tapi apa gunanya juga wajah cantik yang di bungkus tubuh jelek? Sama aja bohong….
Selama ini aku selalu berusaha untuk terus memelihara harapan dalam hatiku, kalau someday akan ada seorang pria keren atau istilah jaman cinderella: pangeran impian akan datang dan membawaku keluar dari dunia kesepian ini.

Tapi toh aku hanyalah seorang gadis ‘kecil’ di dunia yang begitu besar, dimana menurut hasil survei orang-orang pinter diluar sana, menemukan bahwa populasi wanita lebih banyak dari pria. jadi ketika logikaku mencabik hayalanku, aku sadar kalau aku tidak mungkin menjadi salah satu pilihan terbaik bagi para pria-pria keren di luar sana.

Selama ini, pria-pria mendekatiku hanya karena wajahku dan pribadiku yang katanya asyik untuk di ajak ngobrol(aku memang tak bisa menyangkal auraku yang satu ini memang hebat…ha.ha.ha…)..tapi ketika mereka mulai mengetahui semua tentangku, bagaimana hidupku, sejarah penyakitku, maka dalam hitungan detik mereka akan menghilang dari duniaku.

Kadang-kadang aku sering menangis ketika mengingat bagaimana pria-pria yang pernah dekat denganku , yang awalnya melakukan berbagai cara untuk mendekati dan mendapatkan hatiku tapi ketika mengetahui keadaanku yang sebenarnya, justru berbalik 180 derajat mencari-cari alasan untuk bisa memutuskan hubungan denganku.

Aku sakit ketika aku berada didalam keadaan seperti itu, tapi aku bisa apa? Mereka juga berharap mendapatkan wanita sempurna, sedangkan aku sungguh jauh dari yang namanya sempurna. Aku bisa mengerti itu tapi aku tetap tak bisa menerimanya. Aku juga punya hati yang akan hancur ketika rasaku terabaikan, ketika cintaku tak pernah dianggap layak untuk diterima dan diperjuangkan.

Kadang aku berpikir dan bertanya dalam hatiku, cinta seperti apakah yang sanggup untuk menerima setiap kekuranganku dan menjadikannya sesuatu yang patut untuk diperjuangkan? yang mencintaiku bukan karena wajahku juga bukan karena kasihan akan keadaanku, melainkan mencintaiku karena hati dan pribadiku. Mencintaiku karena hatinya berdebar setiap kali mengingatku, yang tersenyum setiap kali melihat senyumku dan menangis ketika air mataku terjatuh.

Tapi adakah cinta yang seperti itu? Akankah aku menemukan pendampingku ditengah tuntutan kesempurnaan cinta? Mungkinkah cinta bisa menjadi sesuatu yang membahagiakan buatku? Ataukah hanya akan terus melukai dan menghempaskanku? Diluar sana, dimanapun dia berada, aku hanya ingin bilang kalau aku masih menunggumu untuk datang dan mencintaiku dengan segala ketulusan bukan kepalsuan...